Selasa, 21 Desember 2010

Tak sekadar gaji

Dari sisi ergonomi kantornya, perusahaan sebenarnya telah memperhatikan pengaruh human factor engineering, yang menurut Ronny Hanggoro, M.Psi., staf konselor pada Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, amat penting bagi profesi Nugroho yang membutuhkan atmosfir untuk menelurkan ide-ide kreatif.

Dari faktor nonfisik, dengan melihat kepribadian Nugroho yang supel dan mudah bergaul, Ronny memperkirakan, “Hubungannya dengan teman kerja pasti baik. Sebab, faktor kebersamaan, disukai atau dihargai teman, menjadi penting dalam suatu komunitas. Yang perlu dikhawatirkan, adalah faktor kepuasan kerja. Ide-ide Nugroho, yang berpendaran saat rapat mingguan, memang tak semuanya disetujui manajemen. Apakah itu melukai hatinya?

“Ah, emang gue pikirin. Tugasku melontarkan ide, lalu mengimplementasikan ide-ide yang sudah disetujui ke dalam planning, action, dan monitoring. Untuk itu aku digaji,” ujar Nugroho pada karibnya Bisroni di kantin, seusai rapat mingguan.

Dari Bisroni, karyawan senior beranak empat, terungkap apa yang dikhawatirkan Ronny. Ide- ide Nugroho justru banyak disetujui pimpinan, dan telah terbukti menyedot banyak nasabah. Bahkan, kantor cabangnya berkali-kali mendapat penghargaan karena berhasil memasarkan kartu kredit dan ATM terbanyak dalam tiga tahun terakhir. Ini semua berkat ide-ide Nugroho.

Di situlah letak masalahnya. Nugroho merasa telah memberi yang terbaik pada perusahaan. Namun, “Perusahaan lupa memberi penghargaan atas talentanya. Sudah hampir lima tahun ia cuma jadi sekrup di divisi marketing. Seharusnya ia sudah menjadi supervisor atau lebih dari itu,” keluh Bisroni. Perusahaan memang memberinya bonus dan kenaikan gaji berkala setiap tahun.

Ronny mengingatkan, tak banyak karyawan yang berprinsip seperti Nugroho, tak mengutamakan gaji, asalkan kerja kerasnya dihargai dengan jenjang karir. Sebaliknya, "Tak sedikit juga orang yang tak mempedulikan kepuasan kerja, yang penting gajinya besar,” imbuh pria 41 tahun, suami Wenita Indrasari ini.

Namun, tambah psikolog yang lulus S1 pada 1990 dan S2 tahun 2000 ini, ada banyak faktor eksternal yang mempengaruhi seseorang memmbang ulang gaji yang telah diterimanya. Yang utama, adalah kenaikan harga yang kian mencekik kantong. Selain itu, dari mulut ke mulut tiba ke telinga si karyawan, bahwa di perusahaan lain, dengan pangkat yang sama dengan dirinya, ternyata gaji yang diterima tiga kali lebih besar misalnya.

Sementara faktor internal, seperti dikatakan Ronny, misalnya dari dalam dirinya sendiri tumbuh rasa ingin lebih dihargai, karena dari dulu kok gajinya tak pernah naik.”

Faktor Kepantasan


* Ia setuju, gaji itu tentunya harus dengan apa yang telah dikerjakan karyawan untuk perusahaan.

Bilamana si karyawan telah bekerja semaksimal mungkin sesuai tuntutan perusahaan, tapi ia dihargai tak sesuai, “Itulah saat matang untuk meminta kenaikan gaji,” senyum ayah dari Pradipto (10 tahun), Prasastro (6,5 tahun), dan Pramudio (5 tahun) ini.

Toh, Ronny juga menganjurkan, sebelum minta naik gaji sebaiknya lihat dulu kondisi keuangan perusahaan. Jika perusahaan sedang menuju collapse, lalu karyawan minta naik gaji, itu sih namanya kurang tahu diri. Yang paling penting, sebelum memohon naik gaji, lihat apakah si karyawan, sebagai pemohon, memang sudah benar-benar “pantas” mendapatkannya.

Jika seseorang merasa sudah bekerja lebih ketimbang imbalanyang diterimanya selama ini, dia harus punya bukti. Misalnya dengan menunjukkan record prestasi (hard copy). Kelayakan itu bisa dihitung, misalnya manhour per jam berapa, lalu bisa dihitung berapa gaji sebulan, “Ini untuk menghindari kita terlalu tinggi menghargai diri sendiri, atau sebaliknya, layak mendapat gaji lebih besar.”

Galibnya maju perang, hasil dari permohonan naik gaji ini, tentu bervariasi. Bisa kalah, bisa juga menang. Katakanlah, jika permintaan ditolak, hendaknya harus dipahami dengan sikap positif. Barangkali keadaan perusahaan belum memungkinkan untuk menaikkan gaji karyawannya. Atau kinerja yang bersangkutan memang masih “pas bandrol”, belum melebihi target perusahaan.

Sebaliknya, jika permintaan diluluskan, karyawan wajib berjanji untuk minimal bisa mempertahankan prestasi yang telah dicapai. Kalau mungkin, ia dapat meningkatkan kinerja, agar kelak bisa melebihi target yang disepakati. Bagaimana pun perusahaan tak akan berdiam diri terhadap prestasi luar biasa yang dicapai karyawannya.

Bisa Berupa Bonus


* Bicara soal kenaikan gaji, sebenarnya ada dua cara bagi karyawan untuk mendapatkan sebagal imbalan prestasi.

Cara ini biasa diterapkan di perusahaan yang sudah menggunakan standar penggajian internasional. Namun, berdasar pengalaman Ronny, ada perusahaan yang merasa paling aman bila apresiasi atas kinerja yang baik seorang karyawan diberikan dalam bentuk bonus.

“Sistem bonus ini menguntungkan perusahaan, karena bersifat sporadis dan sekali bayar, berbeda dengan gaji yang merupakan pengeluaran bersifat repetitif,” jelas Ronny. Sementara, kenaikan gaji diberikan kalau perusahaan sudah mapan.

Insentif kenaikan gaji tersebut diberikan untuk karyawan yang berprestasi agar ia lebih bersemangat. Tentunya kriterianya jelas, prestasi yang bagaimana, ini yang harus dirumuskan organisasi. Yang penting, kenaikan gaji itu jelas wjuannya dan besaran anggarannya.

“Sebaiknya, kenaikan itu didasari fairness, azas keadilan, yakni sesuai dengan apa yang telah diberikan karyawan, sehingga ia layak menerima gaji sebesar itu,” tekan Ronny.

Lalu, berapa besar sih gaji yang memuaskan itu?

Menurut Ronny, semuanya terpulang pada karyawan itu sendiri. Ronny tak mengesampingkan naluri setiap orang yang ingin menyesuaikan gaya hidup dengan gaji yang diterimanya. Terutama penggunaan kartu kredit, kartu belanja, dan segala fasilitas yang sifatnya menunda pembayaran. Sehingga lama kelamaan, gaji yang diterima terasa kurang.

Maka, perlu pengkajian perbagai aspek sebelum seorang karyawan menghadap ke pimpinannya dan berkata, “Bos, gajiku bisa naik enggak?”

***

Arti Dibalik Kenaikan Gaji

Selain merupakan hasil "gerilya" karyawan itu gaji karyawan juga bisa merupakan kebijakan perusahaan. Terkadang kenaikan gaji bukan sekadar bentuk atensi perusahaan terhadap karyawan. Bisa jadi ada makna lain di baliknya. Ronny tak menutup kemungkinan bila pihak manajemen mendomplengkan berbagai kepentingan dalam momentum kenaikan gaji ini.

Sekadar contoh, kenaikan gaji bisa dijadikan alat perusahaan untuk meredam gejolak sosial yang berkecamuk di antara karyawan akibat adanya kesenjangan antarkaryawan. Sebenarnya, dampak langkah ini kurang begitu bagus. Ibarat ingin memberi hadiah, tapi tidak tepat sasaran. Harus dilihat dulu, kesenjangan yang terjadi itu masuk akal atau tidak.

Ronny yang berpengalaman dalam psikologi industri menggambarkan, dalam organisasi perusahaan dikenal blue collar dan white collar, yakni bagian administrasi dan bagian eksekutif. Di antara keduanya pasti ada kesenjangan, gajinya pun tak sama, karena beban tugas dan tanggung jawabnya juga berbeda. Jika keduanya disamakan, justru aneh. Hal-hal seperti ini ada baiknya dijelaskan atau disosialisasikan pihak perusahaan pada karyawan.

Perusahaan juga harus memikirkan kemungkinan gejolak dijadikan alat oleh karyawan. Ketika suatu saat ingin naik gaji lagi misalnya, karyawan akan kembali membuat gejolak. Jika terus terjadi, hal itu akan menjadi preseden buruk.

Kenaikan gaji bisa pula dijadikan alat mengeksploitasi karyawan agar bekerja lebih keras lagi, meskipun kadang tak disadari karyawan. Yang lebih runyam, “Bisa jadi ada pimpinan bagian yang mengusulkan kenaikan gaji karyawannya agar mendapat simpati demi memperoleh dukungan untuk promosi ke kedudukan yang lebih tinggi lagi,” tambah Ronny.

Betapa pun, momentum kenaikan gaji menjadi penting bagi pihak manajemen. Setidaknya, kenaikan gaji itu bisa membuat komitmen baru dengan karyawan, agar meningkatkan kinerja, supaya perusahaan bertambah untung dan kelak karyawan bisa ikut menikmati hasilnya.

Berikut tips dan trik, agar tanpa menuntut dan mengajukan proposa naik gaji, kenaikan gaji Anda tetap dipertimbangkan atasan.

1. Tunjukkan kinerja yang baik.
2. Tumbuhkan sisi positif diri pribadi.
3. Jangan melanggar peraturan perusahaan.
4. Manfaatkan jam kerja seefektif mungkin.
5. Ciptakan prestasi sebanyak mungkin.
6. Jalin hubungan baik dengan rekan kerja, apalagi dengan atasan.
7. Hindari konflik pribadi dengan siapa pun.
8. Tumbuhkan semangat kompetisi dalam memberi kontribusi bagi perusahaan.
9. Nilailah diri secara wajar, sesuai dengan kemampuan, latar belakang, dan prestasi kita.
10.Jangan menuntut melebihi “nilai” diri kita.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar